FilmMarlina Si Pembunuh dalam Empat Babak bercerita tentang janda bernama Marlina (Marsha Timothy) yang tinggal seorang diri di puncak perbukitan sabana di Sumba. Kisah Marlina akan disajikan dalam empat babak, yakni Perampokan, Perjalanan, Pengakuan Dosa, dan Kelahiran. Review Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak Memadukan Keindahan Alam Sumba dengan Kesadisan (11/16) Film garapan Mouly Surya berjudul "Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak" (a.k.a Marlina The Murderer in Four Acts) pada akhirnya dirilis di tanah air pada tanggal 16 November 2017 setelah melanglang buana di berbagai festival manca negara.Ulasan yang baik serta tanggapan positif dari Sponsorfilm Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak [sumber gambar] Tak ayal jika banyak negara asing yang bersedia menjadi sponsor mereka, sebab budaya yang diangkat cukup menarik.Adalah negara Prancis yang menyumbangkan dana dengan cukup besar, diikuti oleh rumah produksi Malaysia, Singapura, dan Thailand. MarlinaThe Murderer In Four Acts Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak Mouly Surya 2017 Windows On Worlds . 4 Keheranan Yang Membuatmu Harus Nonton Marlina Si Pembunuh Dalam 4 Babak Nggak Rugi Deh . Acting Review Marlina Si Pembunuh Dalam 4 Babak Kok Bagus . Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak Kembali Tayang Pada 10 Januari . Film Marlina Si Acaranonton bersama ini pertama kali dilaksanakan akhir pekan lalu di tanggal 2 Februari 2019 dengan agenda pemutaran film "Marlina, Si Pembunuh Dalam Empat Babak". Dalam tiga akhir pekan ke depan, Rooftop Cinema akan melanjutkan agenda mereka dengan pemutara 3 film Indonesia terpilih yakni "Danur", "Critical Eleven", dan "Kala" . Berkisahtentang seorang janda dan usahanya melindungi diri dari kawanan perampok, Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak menawarkan cerita thrilling yang berbalut drama dan keindahan alam khas pedalaman Sumba. Film keren ini merupakan karya sutradara Mouly Surya. Baru kemarin (24/5) film Marlina ini ditayangkan dalam sesi Director's Forenight I2Z4y. Jakarta, IDN Times - Tanggal 16 November mendatang, film bergenre thriller berjudul Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak mulai tayang di seluruh bioskop di ke-3 dari Mouly Surya yang digarap sejak tahun 2014 bersama Garin Nugroho dan diproduseri oleh Rama Adi serta Fauzan Zidni ini, sukses menyabet berbagai penghargaan di berbagai festival film pemain ternama dan berbakat hadir dalam film ini. Di antaranya Marsha Timothy Marlina, Yoga Pratama Franz, Egi Fedly Markus, Dea Panendra Novi hingga Indra Birowo Umbu. Baca juga Keluarga Tak Kasat Mata Bakal Ramaikan Film Bergenre Film ini lebih menceritakan perjuangan hidup Marlina. Dimana ia adalah seorang janda muda dari perbukitan di pulau Sumba, suatu hari di sebuah padang sabana Sumba, di Indonesia, sekawanan perampok mendatangi rumahnya dan mengancam harta, nyawa serta kehormatannya dihadapan suaminya yang telah berbentuk mumi duduk di sebelah pojok Demi mencari keadilan dan juga penebusan, dalam sebuah perjalananya, dirinya membawa kepala dari bos si perampok tersebut, yaitu Markus Egi Fedly, yang dipenggalnya tadi Marlina bertemu juga dengan Novi Dea Panendra, yang menunggu kelahiran bayinya dan juga Franz Yoga Pratama, yang menginginkan kepala Markus untuk berjalan tanpa kepala, Markus menguntit Marlina. Bagaimaana selanjutnya? Saksikan filmnya hanya dibioskop kesayangan juga 10 Fakta Film Keluarga Tak Kasat Mata, Bikin Merinding Trailer & Sinopsis Bahasa Indonesia - Suatu hari di sebuah padang sabana Sumba, tujuh perampok mendatangi rumah seorang janda bernama Marlina. Mereka mengancam nyawa, harta dan juga kehormatan Marlina di hadapan suaminya yang sudah berbentuk mumi duduk di pojok ruangan. Keesokan harinya, dalam sebuah perjalanan demi mencari keadilan dan penebusan, Marlina membawa kepala dari bos perampok, Markus, yang ia penggal tadi malam. Marlina kemudian bertemu Novi, yang menunggu kelahiran bayinya, dan Franz, yang menginginkan kepala Markus kembali. Markus yang tak berkepala juga berjalan menguntit Marlina. English - One day, on a savanna in Sumba, seven robbers come to the house of a widow named Marlina. They threaten to kill her, rob her, and assault her in front of her mummified husband sitting on a corner. The next day, on a journey for justice and redemption, Marlina takes with her the head of the mob boss, whom she beheaded the night before. Marlina meets Novi, who is awaiting the birth of her child, and Franz, who wants Markuss head back. The headless Markus is also following Marlina. In Indonesian with no subtitlesFilm Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak sudah tayang di bioskop sejak tanggal 07 November 2017 - 22 Januari 2019 "Marlina" is a wester-slash-road-movie about an independent woman fighting back against male aggressors and seeks redemption or justice for herself. Throughout her journey through the desertlike rural area of Indonesia and its small villages if you can call them that - they mostly consist of single houses surrounded by desert and a solitary, dusty road, Marlina encounters a number of women who, if not as violently as Marlina, have in some other ways experienced injustice from men who were not condoned for it. Not being an Indonesian woman myself, I cannot account for "Marlina"'s accurateness in depicting gender discrimination in the country, but it is probably safe to assume that director Mouly Surya is not particularly interested in providing deep insight the mechanics of sexism. "Marlina" is a feminist film in the same way that Tarantino's "Kill Bill" movies or "Mad Max Fury Road" are feminist films They portray strong female characters taking revenge on or otherwise trying to dismantle a chauvinist society that has wronged them. The specifics of the villains' ideology don't matter much - in one scene near the beginning, one of Marlina's robbers compares her cooking to his sister's and his mother's, inviting the question, how does he treat these women that he apparently has some respect for, if he compares their cooking to that of his potential rape victim? The movie never attempts to answer or expand upon that question or similar ones, as all of the men in the film lack more-dimensional characterisations. That is not meant to be a criticism of the film, though, as Mouly Surya wisely makes it stylized enough to make it work as a simple genre movie, a revenge tale set in an uncaring and rough world of rapists, thieves, and cowards. When Marlina rides on horseback on the sandy road, with the cut-off head of her rapist under her arms, the film enters almost surreal territory. This is helped by a great Morricone-esque score that, in several of the largely slow-paced scenes, builds tension. Thankfully, in contrast to the men, most of the women in the film are given much deeper and more well-rounded characters to play. Even the comic relief character, an elderly woman who enters the drama as she is on her way to bring her nephew's wife his dowry, deepens the universe of the film's story and gets a couple laughs, as well. Novi, a pregnant friend of Marlina's, is probably the most developed of the side characters here, and her arc is a very powerful subplot in the film. And of course, Marlina herself is played very well, too. It's admirable that, even if the movie overall is, by default, black-and-white in its characterisations, Mouly Surya allows her protagonists to show weakness, too, when they are confronted with potential danger and trauma. The landscapes are beautifully shot, and although I would assume the film is a rather low-budget production, it never looks as cheap as it probably is. That's because the cinematographer has a very good eye for composing their images, and the lack of production value never shows. Another element that greatly deepened the film's impact is the soundtrack. The film is very slow-paced, so framing the shots in a way that invites you to look at them for a couple of seconds longer and laying good music over them that suits the mood of the story was very vital to the film's success, and in my opinion they pulled that off very well, for the most part. The biggest downside of the film is that the slow pacing doesn't always work out perfectly. Because the story is so simple and, quite frankly, if you've seen other rape-and-revenge films before, you know how these movies work, there are long stretches of film in which you know exactly where it is going, but it takes the story too long to get there. It's not always equally entertaining. Also, the lack of dimensionality in its storytelling can be a bit boring after a while. However, the high points are so high that I can easily forgive the film for some of its flaws and recommend it almost universally. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Tonton trailer-nya dulu lah di YouTube, atau official video theme song-nya "Lazuardi" yang dinyanyikan oleh Cholil-nya ERK. Dari situ saja kita sudah bisa menikmati keindahan sinematografi alam Sumba berikut penataan adegan sang sutradara sekaligus kekuatan pemain-pemainnya. Harusnya dari situ pun sudah cukup dijadikan alasan kenapa harus nonton film "Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak" Marlina. Berikut empat alasannya1. Keindahan alam Sumba dan SinematografinyaSeperti yang sudah disajikan sebagai pancingan di trailerdan official video theme song-nya tadi, film Marlina sungguh memperlihatkan keindahan alam Sumba. Bagi mereka yang pernah berkunjung ke kawasan Nusa Tenggara tentu paham betul bagaimana keindahan alam di sana. Sinar matahari yang membuat warna rumput kering pun menjadi berkilau keemasan. Nah.. visualisasi tersebut begitu gamblang tersaji nikmat sepanjang film sutradara - Mouly Surya nampaknya menyadari betul kekayaan kontur alam Sumba yang begitu mudah dijadikan layer di beberapa scene berikut bidang luas padang rumputnya. Begitu juga sang matahari yang terik apa adanya justru menghasilkan cahaya dan bayangan yang kaya dalam layar film. Saya pikir di film Marina ini, tim berhasil menggali kekayaan visual sebuah daerah di Indonesia sebagai lokasi ideal film. Sang sinematografernya - Yunus Pasolang pun nyata sekali rajin bermain-main dengan lensa, juga rajin dalam memindahkan perangkat kameranya dari titik yang dekat ke titik lain yang jauh. Namun efektif sekali dalam penggunaan cahaya artificial. Sungguh sangat apik dalam penggarapannya. Sumber 2. Alur cerita "Empat Babak" yang pasPenyajian gaya "empat babak" ini memang bisa dibilang gaya "rasa baru" pada film Indonesia. Sejak awal penonton sudah disajikan premis di tiap babaknya yang mana dengan begitu penonton sudah bisa menerka peristiwa apa yang akan ditonton dalam tiap babaknya. Seolah-olah tidak ada rahasia lagi dalam tiap babaknya. Namun menariknya saya pun tidak bisa menerka ujung dari kisah si Marlina yang sedang berjuang membela haknya setelah dirampok dan diperkosa oleh para begundal. Saya pun tak perlu memberikan spoiler dari akhir film ini, kenapa? Karena saya lebih tertarik mengajak penonton lain untuk ikut menebak akhir dari film ini yang sungguh tidak ketebak. Ending dari film ini berhasil membuat saya bergumam "anjing!" pas melihat scene akhirnya, gokil lah! Permainan dialog yang efektif dan nakal pun cukup membuat film tentang pembunuhan ini jadi terasa Karakter-karakter pemain yang kuatFilm Indonesia sejauh ini selalu mengandalkan nama besar aktor sebagai daya tarik dan kekuatan jualannya. Sementara di film Marlina - bagi saya hanya Marsha Timothy saja yang terkenal, sisanya? Menurut saya hampir pada tidak terlalu terkenal. Namun hal baiknya adalah dengan demikian penonton tidak terkontaminasi oleh karakter-karakter pemain di film sebelumnya. Untuk Marsha Timothy - sang Marlina, ia ditampilkan bukan sebagai wanita cantik pemanis film. Acting dan karakternya kuat sekali, membuat penonton jadi ikut mengerenyitkan dahi saat harus menatap dan berurusan dengan pria-pria kurang begitu sederhana dan berhasil menampilkan figur wanita NTT yang tegar, kuat, dan tangguh dalam menuntut haknya. Namun demikian karakter Marlina dan Novi kerabat Marlina sebagai perempuan justru tetap tampil lugu sebagai wanita saja, apa adanya. Dalam beberapa ulasan media sosok perempuan-perempuan ini justru dianggap merepresentasikan feminisme, sementara menurut saya tidak sama sekali, Marlina dan Novi muncul sebagai perempuan biasa. Bahwa ia harus buang air kecil, ia tetap masak, main di dapur, hormat pada pria - baik pada suami, orang lain, bahkan pada penjahat sekalipun. Tegas dan tegar sebagai layaknya wanita Sumba, seperti kenang Marsha saat ia melakukan survei kepada beberapa perempuan di sana. Sumber 4. Sajian dan kemasan yang lezat untuk film Indonesia zaman nowFilm Marlina ini nampaknya memang sengaja ditampilkan dan dikemas sebagai film bercita rasa festival, paling tidak itu dugaan saya karena beberapa hal, antara lain penamaan judul yang catchy sekali. Judul panjang memang cukup membuat penonton dibuat gemas bak film "Lock Stock and Two Smokin Barrel". Penyajian judul babak yang juga ditampilkan dengan apik bak gaya Quentin Tarantino. Lalu bagaimana visualisasi gambar dengan kamera diam yang begitu kuat dan indah sekali bak film-filmnya Akira Kurosawa. Semua resep tadi seolah dicampuradukkan secara serampangan oleh Mouly Surya. Namun ternyata semua itu tampaknya dilakukan dengan sadar sekali oleh sang sutradara wanita ini. Hasilnya adalah sebuah film dengan sajian yang beragam namun dapat dinikmati dalam setiap suapannya. Misalnya, bagaimana Mouly menyajikan simbolisme "kematian dan kelahiran" lalu dapur sebagai simbol "wilayah khas dan rahasia" wanita. Belum lagi sajian musik dengan gitar western style a la Ennio Morricone yang dipadukan dengan pemandangan alam Sumba, membuat film ini makin terasa nakal namun apik!Awal tahun 2000-an saya pernah membaca sebuah skenario drama pertunjukan teater berjudul "Extremities" karya William Mastrosimone, yang bercerita tentang bagaimana kusutnya kehidupan seorang wanita yang menjadi korban pelecehan dan pemerkosaan. Konflik dan kekacauan dari peristiwa pemerkosaan sudah pasti pihak wanita yang akan selalu jadi film Marlina ini menurut saya punya pesan yang sama dengan "play Extremeities" tadi hanya saja "kejahatan" pada wanita versi Indonesia-nya berhasil disajikan oleh Mouly and the gank. Selain itu Marlina bisa menampilkan sudut pandang yang berbeda atas respons perlawanan perempuan yang jadi korban pemerkosaan. Yang membuat saya bertepuktangan pada akhir film Marlina adalah karena ternyata ending dari film Marlina jauh lebih extreme dibanding "play Extremities"-nya Mastrosimone. Tak percaya? Ayo sempatkanlah tonton film ini. Lihat Lyfe Selengkapnya Marlina si Pembunuh dalam Empat BabakPERHATIAN!Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini. Seperti judulnya, film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak akan mengajak para penontonnya untuk melihat apa yang terjadi pada sosok Marlina dalam empat babak atau empat bagian. Bak bait-bait sajak yang digambarkan dalam sebuah film, setiap babak dalam film ini akan diceritakan secara ritmis dan juga miris. Film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak juga merupakan salah satu film Indonesia yang berhasil meraih segudang prestasi, baik dalam skala nasional bahkan hingga skala internasional. Bagi kamu yang belum pernah menonton film ini, kamu bisa membaca review dan sinopsisnya di bawah ini sebelum menonton film ini! Sinopsis Film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak mengisahkan tentang perjalanan seorang janda di pedalaman Sumba bernama Marlina untuk mencari keadilan atas kejadian pemerkosaan yang menimpanya. Marlina menjadi janda ketika sang suami meninggal dunia dan membuatnya terlilit hutang. Suatu malam, para penagih hutang tersebut datang ke rumahnya. Selain mengambil ternak yang dimilikinya, pemimpin kelompok tersebut, Markus, juga memiliki niat jahat pada Marlina. Marlina berhasil meracuni beberapa anak buah Markus, namun ia tak bisa mengelak dari pemerkosaan yang dilakukan Markus. Saat Markus memperkosanya di ranjang, Marlina kemudian mengambil golok dan menebas kepala Markus hingga terputus. Dengan membawa kepala Markus, Marlina berniat untuk melaporkan kejadian tersebut ke kantor polisi di daerah kota. Di perjalanan, ia juga bertemu dengan temannya, Novi, yang sedang hamil tua dan mencari keberadaan suaminya. Marlina dan Novi kemudian menempuh perjalanan bersama dengan menumpang truk yang lewat. Perjalanan Marlina menempuh banyak gangguan. Ia juga dikejar oleh Frans, salah satu anak buah Markus yang sebelumnya sempat kabur. Marlina kemudian terpisah dengan Novi dan meneruskan perjalanan seorang diri menggunakan kuda. Saat tiba di kantor polisi, Marlina justru melihat kenyataan bahwa para polisi tak berniat menangani laporannya dengan serius. Marlina kemudian kembali ke rumahnya, dimana Frans telah menyandera Novi di rumah tersebut. Saat Marlina kembali, Frans langsung memperkosanya. Novi yang tak tahan melihat itu kemudian membantu Marlina dengan memenggal kepala Frans. Film kemudian berakhir dengan Novi yang melahirkan anaknya dan mereka pun pergi dari rumah tersebut. Penuh Kritik Sosial Cerita yang disajikan dalam film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak memang dipenuhi dengan kritik-kritik sosial. Secara garis besar, film ini mengangkat tema mengenai para perempuan yang seringkali hanya menjadi obyek para pria. Bahkan suara mereka pun seringkali tak didengar, terlebih para wanita di daerah pedalaman. Wanita di film ini dikisahkan sulit mendapat keadilan. Sosok Marlina dalam film ini seolah menjadi representasi mengenai bagaimana sulitnya para kaum perempuan untuk mendapatkan hak-hak atas diri dan tubuh mereka. Selain kritik sosial mengenai perempuan, film ini juga menyelipkan kritik sosial mengenai kesenjangan sosial yang terjadi di wilayah pedalaman Indonesia. Sosok-sosok dalam film ini diceritakan tinggal di pedalaman dengan kehidupan ekonomi kelas bawah. Bahkan, Marlina tak memiliki biaya untuk memakamkan jasad sang suami hingga ia hanya menaruhnya menjadi mumi di sudut rumahnya. Begitu pula dengan akses transportasi disana yang begitu sulit didapatkan hingga Marlina harus menunggu truk yang lewat untuk bisa voucher streaming Netflix, Disney+, Prime Video, Viu, dll murah di Lazada Shot-Shot Indah yang Menampilkan Wajah Sumba

nonton marlina si pembunuh dalam empat babak